Cerita Cinta di Negeri Sahara 2

Seperti kejatuhan sebuah batu besar menimpa kepalaku. Setelah apa yang ia katakan.  Apa mungkin aku mimpi dengan kata-kata yang baru saja di ucapkan olehnya? Batinku.

“Ba… Bapak serius dengan yang baru saja bapak katakan itu kepada saya?” tanyaku sambil terbata-bata mengucapkannya. Karena aku masih belum bisa percaya dengan apa yang dia katakana.

“Kamu tidak percaya dengan apa yang saya katakan?” Tanyanya. Suaranya terdengar lebih lembut namun bermakna dalam. Seperti sebuah ancaman jika saja aku tidak menerima tawarannya.

“tapi pak…” kalimatku terputus. Karena tatapan matanya yang begitu tajam berusaha membaca isi pikiranku.

“aku akan menceritakan semuanya padamu, tapi kamu harus berjanji untuk tidak mengatakan ini semua sebagai alasan aku menikah denganmu kepada siapa pun, termasuk kepada kedua orangtuamu”

Semua kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya serasa menusuk tajam jantung dan hatiku. Awalnya aku mengira bahwa Dia memintaku menikah karena dia telah jatuh hati. Tetapi hanya karena sebuah alasan dan kini aku tahu apa alasan itu.

Hanya karena sebuah harta warisan. Bahkan ia rela melakukan segala hal. Hingga menikahi wanita yang tidak ia cintai. Aku benar-benar tak pernah habis pikir dengan orang-orang seperti mereka. Melakukan hal-hal yang tak seharusnya di lakukan. Namun dilakukan karena semua itu untuk mendapatkan harta. Mereka tidak akan berfikir apakah cara yang mereka telah lalui itu halal ataukah haram.

“kenapa kamu malah melamun?” pertanyaan yang ia lontarkan membuatku terkejut. “kamu belum menjawab penawaran yang aku ajukan tadi.” Nada suaranya kembali tegas

“apakah Bapak memberikan saya waktu untuk menjawabnya?” tanyaku

“apa kau membutuhkan waktu untuk menjawabnya?” Tannyanya balik.

Mengapa dia balik tanya, sedangkan dia belum menjawab pertanyaanku. Orang yang aneh, batinku. Entah apa yang dia pikir tentangku hingga dia memilihku bukan wanita-wanita lainnya untuk dia nikahi. Wanita-wanita cantik di kantor besar ini begitu banyak. Wanita-wanita itu juga sangat mengaguminya, tetapi mengapa dia justru memilihku. Aku ingin sekali menanyakan hal itu padanya. Namun sepertinya bukan waktu yang tepat.

Karena tawaran itu, semalaman aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Aku juga masih belum mengatakan hal ini pada ibu. Semua tawaran itu masih terngiang di dalam ingatanku.

“jika kamu menerima tawaran yang aku berikan. Kamu bisa kembali kuliah dan tak perlu lagi kerja di kantor ini lagi. Ayahmu bisa mendapatkan perawatan yang layak di rumah sakit yang berkualitas.” Katanya.

Kata-katanya itulah menjadi pertimbangan untukku menerima tawarannya. Apa benar jika aku menerima tawarannya itu, aku bisa membantu keluargaku. Terutama untuk kesembuhan ayah. Semuanya demi keluargaku. Demi masa depan adik-adikku.

“yah, aku akan menerima tawaran itu!” kataku berusaha meyakinkan diri sendiri. Namun pernyataan itu masih setengah hati, Karena setengah hatiku yanng lain masih belum sepenuhnya yakin. Apa boleh buat, kataku dalam hati.

Besok aku akan memberinya jawaban atas tawarannya atau aku katakan sekarang saja ya? Batinku berkecamuk. aku bingung dan takut. Jika aku menunggu besok, aku takut laki-laki itu akan berubah pikiran.

Akhirnya aku memutuskan untuk memberitahunya sekarang. Menekan tombol-tombol angka yang terletak di ponselku. Tak harus menunggu lebih lama, terdengar suara dari seberang ponselku.

“halo!” katanya.

“saya akan menerima tawaran yang bapak berikan.” kataku to the point

“wah ternyata lebih cepat dari yang aku perkirakan.” Dari nada suaranya, aku tahu ada sedikit keterkejutan mendengar jawaban yang aku berikan.

Ataukah aku memang terlalu cepat memberinya jawaban. Namun ini semua demi keluargaku, kataku dalam hati. Jika saja aku tidak sedang dalam kondisi yang seperti sekarang. Mungkin aku akan menolak tawaran yang Dia berikan. Karena aku tak akan menikah dengan orang yang tidak aku cintai.

“oke, kita bicarakan lagi besok di kantor!” perintahnya singkat. Lalu terdengar suara telpon ditutup.

“sialan, sombong banget!” aku mengomel sendiri. Karena jengkel dengan sikapnya yang begitu anngkuh.

Aku tak akan pernah bisa membayangkan menikah dengan orang sombong seperti dia. Pasti sangat merepotkan. Namun aku berjanji pada diriku untuk tidak mencintainya. Karena pernikahan ini hanya di dasari oleh sebuah perjanjian untuk mendapatkan harta warisan.

Laki-laki itu menikahiku hanya karena harta yang akan di wariskan oleh sang kakek kepadanya. Namun aku harus bagaimana untuk memberitahu semua ini kepada bapak dan ibu. Aku juga tak mungkin memberitahukan yang sebenarnya

Cuaca pagi begitu dingin hingga merasuk ke dalam tulang. Semalam hujan baru saja turun membasahi jalan yang belum kering karena hujan turun begitu derasnya. Cuaca yang tak menentu ini semakin membuatku tak bersemangat untuk pergi ke kantor pagi ini. Alasan utamanya, karena aku harus bertemu dengannya dan membicarakan semua tentang pernikahan sementara, begitulah Ia menyebutnya.

Tapi mengapa hatiku jadi gugup. Aku tak pernah menyukainya. Bos muda yang menjabat sebagai seorang direktur di salah satu perusahaan terbesar di Negeri Sahara ini memang tampan. Begitu dipuja oleh banyak wanita. Tak seorang wanitapun yang mampu menolak ketampanan yang dia miliki, kecuali aku.

Bila seorang laki-laki memiliki ketampanan yang begitu mempesona namun sikap dan sifatnya seperti yang Dia miliki. Aku orang pertama yang akan mengajukan ketidaksukaanku kepadanya. Walaupun begitu banyak wanita di luar sana sangat mendambakannya.

Aku menghela nafas berat sebelum akhirnya aku melangkahkan kaki memasuki ruangan sang direktur tampan. Tetapi sepertinya saat aku masuk sang direktur sedang menerima telpon dari seseorang yang membuatnya marah.

“sialan!”katanya mengumpat dengan suara tertahan.

“selamat pagi pak direktur” kataku memberi salam dengan sopan kepadanya

Sang direktur mempersilahkanku duduk. Seraya sambil menunggu sang direktur menyelesaikan dokumen-dokuman yang harus dia tandatangani aku membaca majalah yang tergeletak di atas meja ruang tamu.

Di sampul depan majalah tersebut terpampang dengan sangat jelas sebuah foto besar. Foto itu begitu aku kenal karena orang ada di sampul itu sedang menyeselesaikan pekerjaannya.

Bersambung …..

Leave a comment